Sabtu, 24 Oktober 2015

Membaca Dangkal



Teori Dan Membaca Dangkal

Membaca dangkal (superficial reading) merupakan bagian dari membaca ekstensif (membaca secara luas). Bagian lain dari membaca ekstensif adalah membaca survey (survey reading) dan membaca sekilas (skimming).



-          Pengertian Membaca Dangkal (superficial reading)
Membaca dangkal atau superficial reading pada dasarnya merupakan kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang dangkal atau tidak terlalu mendalam dari bahan bacaan yang dibaca. Membaca jenis ini biasanya dilakukan bila pembaca bermaksud untuk mencari kesenangan atau kebahagiaan. Oleh karena itu, jenis bacaannya pun betul-betul merupakan jenis bacaan ringan. Misalnya, majalah, novel, komik, cerpen dan sebagainya. Membaca dangkal ini dilakukan dengan santai, membaca bacaan ringan yang mendatangkan kesenangan, kegembiraan sebagai pengisi waktu senggang.

Puisi tema "Nasionalisme"



Satu Kata Berjuta Cerita
Oleh Dina Noviana Prihandini
Hitam dan Putih
Tua dan Muda
Kaya dan Miskin
Tinggi dan Pendek

Berbaur jadi satu
Berbaur membela Bangsa
Meneriakkan kebebasan
Meneriakkan kemerdekaan

Bangsa kita dirampas haknya
Bangsa kita dijadikan budak
Tapi mereka mampu mengambilnya kembali
Mereka mampu berteriak kemerdekaan dengan lantang

Pahlawan...
Satu kata berjuta makna
Satu kata berjuta cerita
Bagi Nusa dan Bangsa

Apakah kita kaum muda tidak terkesan ?
Apakah kita tidak ingin seperti mereka ?
Dikenang banyak orang
Menorehkan tinta kebanggaan bagi Bangsa

Puisi " KEJAMNYA NEGERI INI "



Kejamnya Negeri Sendiri
Oleh Dina Noviana Prihandini

Banyak anak merengek
Banyak jiwa terlantar
Banyak Ayah menganggur
Banyak Ibu menjadi buruh

Padahal tanah ini subur
Tanah ini kaya
Alam ini indah
Alam ini luas

Betapa kejamnya Negeri ini
Pejabat ditinggikan
Orang melarat dijatuhkan
Betapa sedih hati melihatnya

Disaat yang kaya sekolah
Yang miskin sibuk bekerja
Disaat yang kaya membeli makan
Yang miskin sibuk meminta makan

Bukankah menyedihkan ?
Tidak adakah keadilan di Negeri ini ?
Tidak adakah yang mempunyai hati disini ?
Akankah Negeri kita terus seperti ini ?

Wayang Kampung Sebelah " MAWAS DIRI MENAKAR BERANI "



Ulasan Pagelaran Wayang Kampung Sebelah







“MAWAS DIRI MENAKAR BERANI”



Oleh Dina Noviana Prihandini













Dalam rangka rangkaian acara memperingati Bulan Bahasa, Universitas PGRI Semarang mengadakan pergelaran Wayang Kampung Sebelah. Di laksanakan pada tanggal 20 Oktober 2015 di Balairung Universitas PGRI Semarang, pukul 09.00.




Warung kampung sebelah (WKS) adalah sekelompok para pecinta seni. Terdiri dari dalang yaitu Ki Slideng Suparman, para pemain musik dan juga seorang sinden. Tak lupa perlengkapan pentas mereka yaitu wayang dengan berbagai bentuk dan tentunya alat musik untuk mengiringi pergelaran. Semua pemain musik mengenakan pakaian yang seragam, dan sinden tentu dengan dandanan yang cantik, serta pakaian dalang yang serba hitam. Saat itu mereka membawakan judul pentas “Mawas Diri Menakar Berani”. Acara dimulai dengan nyanyian yang di nyanyikan seorang sinden dan di iringi dengan musik. Setelah lagu usai mulailah dalang membuka acara dengan dua wayang sebagai pembukanya.  Pertunjukan dimulai dengan kegiatan pemilu yang dibawakan dengan berbahasa jawa. Saat itu tampak dalang dengan mahir memerankan tokoh seorang laki-laki tua yang tengah kebingungan mencari papan tulis untuk perhitungan suara pemilu.



Sesaat setelah memerankan tokoh lelaki tua, suara dalang itupun berubah memerankan tokoh keamanan di kampung tersebut. Tak tanggung dua petugas keamanan di perankannya tentu saja dengan suara dan gaya-gaya yang berbeda. Petugas keamanan pertama yang bernama Parjo tidak tahu tentang papan tulis yang hilang itu. Sementara petugas keamanan kedua yaitu Sodrun, merasa dirinya di fitnah oleh lelaki tua itu yang bernama Eyang Sidik. Dengan pandainya, sang dalang bersuara seperti orang menangis dan sesekali beradu mulut dengan Eyang Sidik. Lalu dalang memunculkan lagi satu tokoh wayang yaitu Suto yang ternyata dialah yang mengambil papan tulis.




Kemudian dalang memunculkan beberapa tokoh wayang sekaligus dalam rangka memprotes soal pilkades. Lelucon yang disisipkan dalang mengundang tawa penonton. Disamping lelucon dan guyonan tentu ada pelajaran-pelajaran yang di sisipkan di dalamnya, seperti pentingnya memilih calon pemimpin yang berkualitas dan berbicara tentang money politic atau politik uang saat pemilu. Adegan terlihat serius saat dalang berperan sebagai salah seorang warga yang miskin. Dia memprotes kepada pemimpin desa yang baru tentang masih mahalnya pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang kaya makin kaya, tapi yang miskin makin miskin. Saat adegan tersebut berlangsung sedikit guyonan yang di sisipkan, pembicaraannya tentang hal yang serius.




Usai itu dalang menampilkan beberapa penyanyi terkenal. Diiringi dengan musik, dalang mulai menirukan gaya-gaya penyanyi tersebut saat di panggung. Keahlian yang tidak semua orang bisa, dengan gerakan tangan yang lincah yang mengundang tawa penonton menjadikan pertunjukan WKS sangat menghibur yang menontonnya. Beberapa lagu di bawakan dengan wayang yang berbeda dan tentunya dengan gaya yang berbeda pula saat menyanyi.




Pada akhir pementasan, semua tokoh utama yaitu para warga dan lurah yang baru juga polisi berkumpul. Disitu dalang memerankan banyak tokoh sekaligus, tapi tidak ada kesalahan yang dilakukan dalang dalam segi suara. Semua tokoh memiliki suara yang berbeda. Dibawakan apik oleh dalang Ki Slideng Suparman.



Di akhir pementasan ini, banyak pesan yang dapat di ambil. Negara kita harus terbebas dari kepentingan politik para pejabat elit yang hanya memanfaatkan para warga. Pemilu dijadikan ajang untuk berpolitik, baik politik uang, politik untuk kepentingan pribadi. Jarang sekali pemilu yang dijadikan tempat atau wadah untuk benar-benar menampung aspirasi rakyat, yang benar-benar untuk kepentingan rakyat. Kita harus pandai memilih pemimpin bangsa, jangan hanya terbuai oleh janji-janji manis dan hak kita untuk memilih bisa di beli dengan uang. Kita harus jeli dalam menentukan pilihan karena ini merupakan kepentingan kita bersama. 

Kepentingan bangsa dan negara. Bangsa menjadi baik jika pemimpinnya pun baik, tapi bangsa akan menjadi buruk jika pemimpinnya buruk. Saat ini banyak pemimpin yang menghianati bangsa sendiri, mereka memakan uang rakyat untuk kepentingan pribadinya. Jadi, perubahan bangsa ke fase yang lebih baik tergantuk pada pilihan kita semua.

Jumat, 16 Oktober 2015

Kemerdekaan Harga Mati (Tugas Membaca Pemahaman)



SOEKARNO
Ulasan Film “SOEKARNO”
 oleh Dina Noviana Prihandini






 Film Soekarno yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo dan di produseri oleh Raam Punjabi ini merupakan film yang menggambarkan tokoh para pendiri bangsa dalam meraih kemerdekaan Indonesia.
Film ini diperankan oleh Ario Bayu, Lukman Sardi, Maudy Koesnaedi, Tika Bravani, Tanta Ginting, Ferry Salim, dan banyak pemeran pembantu.
Awal film ini dimulai dari kelahiran Soekarno dari pasangan suami istri Raden Soekemi Sosrodiharjo (diperankan Sujiwo Tejo) dan Ida Ayu Nyoman Rai (diperankan Ayu Laksmi). Pada waktu kecil Soekarno memiliki nama Kusno Sosrodiharjo, namun karena selalu sakit-sakitan sang ayah yang beragama Islam dan masih melestarikan budaya Jawa memutuskan untuk mengganti namanya melalui tradisi selamatan dengan nama baru, Soekarno (diperankan Emir Mahira).

Setelah berganti nama, film berlanjut pada masa saat Soekarno remaja yang di perankan oleh Ario Bayu. Pada saat remaja Soekarno terlihat menjalin percintaan dengan seorang remaja Belanda. Namun karena saat itu status Indonesia yang sedang di jajah oleh bangsa Belanda, Soekarno mendapat penolakan keras dari keluarga gadis Belanda tersebut.

Selanjutnya film ini beralih pada saat Soekarno sudah menjadi pemuda yang aktif dalam kegiatan pidato-pidato politik. Soekarno telah memiliki seorang istri yang setia mendampinginya bernama Inggit Garnasih yang di perankan oleh Maudy Koesnaedi. Peran yang di mainkan Maudy Koesnaedi adalah sebagai istri yang setia mendampingi Soekarno, baik saat Soekarno sedang di penjara maupun pengeluaran biaya yang dilakukan Inggit untuk perjuangan Politik Soekarno. Pada saat dipenjara, Soekarno gemar menulis. Pada salah satu sidangnya Soekarno membacaka salah satu pidatonya dengan berapi-api dan membuat ricuh suasana sidang seperti digambarkan dalam film tersebut. Kemudian Soekarno di bebaskan karena masa tahanannya telah berakhir, saat itu dia telah mulai sakit-sakitan.

Film ini juga menceritakan bagaimana kehidupan Soekarno pada waktu di Bengkulu. Sehari-hari Soekarno mengajar anak-anak di Sekolah. Pada saat inilah Ario Bayu yaitu Soekarno terlibat asmara dengan salah satu muridnya yang di perankan oleh Tika Bravani yang bernama Fatmawati. Saat itu istri Soekarno kecewa karena suaminya ingin menikah lagi.

Saat itu Jepang telah masuk ke Indonesia. Perwira Jepang Sakaguchi yang di perankan oleh Ferry Salim terlihat terus mendekati Soekarno untuk melancarkan misi negaranya. Ferry Salim yang saat itu memerankan tokoh orang Jepang berbicara seperti orang asing yang baru bisa berbicara bahasa Indonesia tidak terlalu sempurna dan jelas. Selanjutnya Soekarno dan Inggit bercerai, saat itu Soekarno menikahi Tika Bravani yang menjadi muridnya yaitu Fatmawati dan melahirkan seorang anak bernama Guntur Soekarno Putra.




 Soekarno dan Hatta yang di perankan oleh Lukman Sardi terlihat sering berunding untuk melawan jepang. Lukman Sardi yang saat memerankan tokoh Hatta memakai kacamata sama seperti tokoh aslinya yang memakai kacamata. Akhirnya Soekarno dan Hatta membentuk beberapa panitia untuk Kemerdekaan dan merundingkan dasar Negara Indonesia. Terpilihlah Pancasila sebagai dasar Negara kita.

Film ini ditutup dengan adegan yang sangat mengharukan dan menyentuh. Saat teks proklamasi di bacakan dan bendera merah putih buatan Fatmawati dikibarkan. Indonesia yang baru dan bebas dari Bangsa lain baru saja dimulai saat teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno.

Film ini menyampaikan ajaran moral untu menghadapi apa yang ada di depan mata untuk di perangi dan mengajarkan untuk setia. Seperti halnya Soekarno yang ingin menikahi Fatmawati tapi Inggit masih menjadi istrinya yang sah, akhirnya Soekarno pun meminta ijin walau akhirnya dia harus bercerai dengan Inggit dan baru bisa menikah dengan Fatmawati setelah selesai perceraiannya. Namun sayang, banyak penggunaan bahasa asing yang digunakan pada film ini.