Kamis, 17 Desember 2015

Berdamai dengan Takdir



Berdamai dengan Takdir
 oleh Dina Noviana Prihandini


Setiap orang sudah memiliki takdirnya masing-masing, karena Tuhan telah menyiapkan takdir setiap orang berbeda-beda. Tuhan memberikan takdir yang indah untuk setiap manusia. Kadang takdir dan kenyataan akan bertolak belakang dan tidak akan bisa yang dapat menebak bagaimana akhir dari sebuah kenyataan.
Namaku Dina, umurku 19 tahun. Aku pernah berdamai dengan takdir. Mencoba menerima keadaan yang ada yang memang sudah menjadi takdir hidupku. Memimpikan sesuatu yang menjadi cita-cita kita memang tidak ada salahnya, tapi akan menyakitkan jika impian kita tidak bisa kita wujudkan di kehidupan nyata.
Dulu aku memimpikan kuliah di jurusan Hukum. Aku bahkan sempat mendaftar di Universitas Indonesia Fakultas Hukum, namun sayang takdir tidak berpihak padaku. Aku tidak diterima di Universitas tersebut. Aku pun kembali mencoba mendaftar di Universitas lain tetapi tetap dengan jurusan yang sama, kali ini aku merasa takdir berpihak padaku. Aku sangat senang sekali waktu itu, akhirnya aku bisa diterima di salah satu Universitas Fakultas Hukum. Ternyata takdir belum sepenuhnya berpihak padaku, orangtuaku tidak memberiku ijin untuk kuliah di Universitas tersebut karena mereka berpendapat bahwa pergaulan di kota tersebut sangat bebas. Mereka takut jika aku nantinya terbawa pergaulan disana.
Sangat sulit untuk menerima semua kenyataan yang ada. Aku bingung setengah mati. Kemana lagi aku harus melangkah. Seberapa jauh lagi takdir akan membawaku semakin jauh dengan impianku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil jurusan lain, yaitu jurusan Hubungan Internasional. Aku berpikiran, jika aku berganti jurusan mungkin saja orangtuaku akan mendukungku di jurusan tersebut. Sampai akhirnya aku mendaftar di salah satu Universitas di kota Bandung mengambil jurusan Hubungan Internasional. Beberapa waktu menunggu hasil pengumuman, aku mendapat kabar yang sangat baik. Aku diterima di Universitas tersebut, tapi lagi-lagi orangtuaku tidak mengijinkan aku mengambil jurusan tersebut. Mereka berpendapat lain dengan sebelumnya, mereka berpikir bahwa lulusan dari jurusan HI akan sulit mendapatkan pekerjaan.  

 Akupun harus berdamai kembali dengan takdirku dan menerima keputusan orangtuaku.
Sampai pada suatu ketika aku berpikir bahwa aku benar-benar tidak bisa mewujudkan semua mimpiku. Pikiranku kacau, bingung harus kemana lagi kaki ini melangkah. Harus bagaimana aku bersikap kepada kedua orangtuaku. Akhirnya, aku pun pasrah terhadap keadaan. Meminta orangtuaku mendaftarkanku di Universitas mana saja yang mereka setujui dan di jurusan apa saja. Keputusan ini aku ambil karena aku benar-benar menyerah dengan keadaan. Orangtuaku pun mendaftarkan aku ke Universitas swasta jurusan bahasa.  Aku sebenarnya tidak begitu menyukai jurusan tersebut, tapi karena orangtuaku menginginkan aku seperti mereka menjadi pendidik akhirnya akupun menjalani semua ini.

Dari sini aku belajar, bahwa tidak semua impian sesuai dengan takdir kita. Kita bisa saja merubah nasib, tapi kita tidak bisa merubah takdir. Berdamai dengan keadaan dan takdir tidaklah mudah. Keadaan di kehidupan nyata akan membawa kita menuju takdir kehidupan kita yang sesungguhnya. Takdir sudah ada yang mengatur dan tidak ada yang bisa mengubahnya, apalagi memprediksinya. Berdamai dengan takdir adalah hal yang paling indah, karena dibalik takdir yang tidak kita harapkan akan ada sesuatu yang indah untuk hidup kita. Akan lebih indah di banding dengan harapan dan impian yang kita impikan untuk menjadi kenyataan. Percayalah, rencana yang telah di buat Tuhan akan lebih indah di banding apa yang di harapkan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar