Berdamai dengan Takdir
oleh Dina Noviana Prihandini
Setiap orang sudah memiliki takdirnya masing-masing, karena
Tuhan telah menyiapkan takdir setiap orang berbeda-beda. Tuhan memberikan
takdir yang indah untuk setiap manusia. Kadang takdir dan kenyataan akan
bertolak belakang dan tidak akan bisa yang dapat menebak bagaimana akhir dari
sebuah kenyataan.
Namaku Dina, umurku 19 tahun. Aku pernah berdamai dengan
takdir. Mencoba menerima keadaan yang ada yang memang sudah menjadi takdir
hidupku. Memimpikan sesuatu yang menjadi cita-cita kita memang tidak ada
salahnya, tapi akan menyakitkan jika impian kita tidak bisa kita wujudkan di
kehidupan nyata.
Dulu aku memimpikan kuliah di jurusan Hukum. Aku bahkan
sempat mendaftar di Universitas Indonesia Fakultas Hukum, namun sayang takdir
tidak berpihak padaku. Aku tidak diterima di Universitas tersebut. Aku pun
kembali mencoba mendaftar di Universitas lain tetapi tetap dengan jurusan yang
sama, kali ini aku merasa takdir berpihak padaku. Aku sangat senang sekali
waktu itu, akhirnya aku bisa diterima di salah satu Universitas Fakultas Hukum.
Ternyata takdir belum sepenuhnya berpihak padaku, orangtuaku tidak memberiku
ijin untuk kuliah di Universitas tersebut karena mereka berpendapat bahwa
pergaulan di kota tersebut sangat bebas. Mereka takut jika aku nantinya terbawa
pergaulan disana.
Sangat sulit untuk menerima semua kenyataan yang ada. Aku
bingung setengah mati. Kemana lagi aku harus melangkah. Seberapa jauh lagi
takdir akan membawaku semakin jauh dengan impianku. Akhirnya aku memutuskan
untuk mengambil jurusan lain, yaitu jurusan Hubungan Internasional. Aku
berpikiran, jika aku berganti jurusan mungkin saja orangtuaku akan mendukungku
di jurusan tersebut. Sampai akhirnya aku mendaftar di salah satu Universitas di
kota Bandung mengambil jurusan Hubungan Internasional. Beberapa waktu menunggu
hasil pengumuman, aku mendapat kabar yang sangat baik. Aku diterima di
Universitas tersebut, tapi lagi-lagi orangtuaku tidak mengijinkan aku mengambil
jurusan tersebut. Mereka berpendapat lain dengan sebelumnya, mereka berpikir
bahwa lulusan dari jurusan HI akan sulit mendapatkan pekerjaan.
Akupun harus berdamai kembali dengan takdirku dan menerima keputusan orangtuaku.
Akupun harus berdamai kembali dengan takdirku dan menerima keputusan orangtuaku.
Sampai pada suatu ketika aku berpikir bahwa aku benar-benar
tidak bisa mewujudkan semua mimpiku. Pikiranku kacau, bingung harus kemana lagi
kaki ini melangkah. Harus bagaimana aku bersikap kepada kedua orangtuaku.
Akhirnya, aku pun pasrah terhadap keadaan. Meminta orangtuaku mendaftarkanku di
Universitas mana saja yang mereka setujui dan di jurusan apa saja. Keputusan
ini aku ambil karena aku benar-benar menyerah dengan keadaan. Orangtuaku pun
mendaftarkan aku ke Universitas swasta jurusan bahasa. Aku sebenarnya tidak begitu menyukai jurusan
tersebut, tapi karena orangtuaku menginginkan aku seperti mereka menjadi
pendidik akhirnya akupun menjalani semua ini.
Dari sini aku belajar, bahwa tidak semua impian sesuai dengan takdir kita. Kita bisa saja merubah nasib, tapi kita tidak bisa merubah takdir. Berdamai dengan keadaan dan takdir tidaklah mudah. Keadaan di kehidupan nyata akan membawa kita menuju takdir kehidupan kita yang sesungguhnya. Takdir sudah ada yang mengatur dan tidak ada yang bisa mengubahnya, apalagi memprediksinya. Berdamai dengan takdir adalah hal yang paling indah, karena dibalik takdir yang tidak kita harapkan akan ada sesuatu yang indah untuk hidup kita. Akan lebih indah di banding dengan harapan dan impian yang kita impikan untuk menjadi kenyataan. Percayalah, rencana yang telah di buat Tuhan akan lebih indah di banding apa yang di harapkan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar